CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 12 Februari 2009

Bidadari subuh

Bab 2

Kejadian di waktu subuh itu meninggalkan banyak pertanyaan di hati Dimas. Seperti tersihir, ia seakan tidak mampu melupakan sinar mata yang terpancar dari perempuan berjilbab putih itu. Namun yang lebih ia pertanyakan adalah maksud dari kata-kata perempuan itu. Niat sang perempuan untuk mendo’akannya, sungguh sesuatu yang tidak biasa bagi Dimas. Sungguhkah perempuan itu akan berusaha untuk selalu mendo’akannya? Jika ya, untuk apa? Mengenalnya pun tidak.

Dan cara sang perempuan memanggilnya dengan sebutan ‘pemuda kebingungan’ juga meninggalkan kesan dihati dan pikirannya. Bagaimana perempuan itu tahu bahwa ia sedang kebingungan? Siapakah dia? Kenapa sanggup menyentuh hatinya hingga begitu dalam? Mungkinkah saat itu ia hanya berhalusinasi? Dalam keadaan mabuk, toh ia akan sulit membedakan yang nyata dan tidak. Ah! Siapakah engkau? Manusia biasakah? Atau seorang malaikat pagi?

“Woi, loe kenapa sih Mas? Kok akhir-akhir ini kerjanya bengong terus. Kayak orang linglung gitu. Ada masalah? Cerita dong sama gue. Atau gimana kalo malam ini kita minum-minum aja?” Iqbal membuyarkan lamunannya.

“Ngga deh Bal, makasih. Gua banyak kerjaan. Harus lembur kayaknya.”

“Tuh kan? Ada apa sih? Biasanya elo yang selalu semangat ngajak minum-minum. Ya udah terserah loe deh. Eh ngomong-ngomong loe dicariin tuh sama Citra, Lena, Alya, dan teman-temannya. Katanya mereka udah kangen jalan bareng sama casanova yang satu ini.”

“Yaa bilang aja gua sibuk. Udah sana gua mau kerja lagi.”

“Ya udah gua cabut duluan ya.”

Satu persatu orang-orang mulai meninggalkan kantor sore itu. Dimas berusaha mengembalikan konsenterasinya dan mulai menghadapi kertas-kertas kerja yang memenuhi meja dihadapannya. Namun pikirannya kembali melayang-layang.

Setelah bertemu dengan sang Bidadari Subuh, begitu Dimas sering menyebutnya dalam hati, ada tetes-tetes ketenangan yang mulai memenuhi hatinya. Seminggu yang lalu, ia bagai kehilangan seluruh semangat hidupnya. Perusahaan tempat ia bekerja dibeli oleh perusahaan lain, dan ada desas-desus akan memecat beberapa pegawai, mengingat pemasukan yang berkurang. Dimas harus berkompetisi dengan tiga manager lainnya untuk tetap bertahan di perusahaan tempat ia bekerja sekarang. Namun setelah peristiwa subuh itu, hatinya menjadi lebih kuat. Kalaupun ia harus dipecat, mungkin itu kesempatan baginya untuk mulai membangun sendiri perusahaan consultant yang sudah lama ia cita-citakan.

Masalah keluarga juga menjadi beban pikiran yang paling berat bagi Dimas. Adik perempuan satu-satunya ternyata mengandung dari laki-laki yang bahkan Dimas pun belum pernah bertemu. Sebagai anak paling tua, Dimas merasa bertanggung jawab atas masa depan adik perempuannya ini. Ayahnya sudah dua kali terkena serangan jantung, Dimas tidak ingin masalah ini menjadi beban baru yang akan mempengaruhi kesehatan ayahnya. Namun tatapan mata perempuan itu seolah memberi ketegaran bagi dirinya. Dimas secara baik-baik menemui ayah dari janin yang dikandung adiknya, dan membicarakan jalan keluar yang terbaik. Laki-laki yang masih lima tahun dibawah umurnya itu ternyata bukan pengecut, ia akan menikahi Adik perempuan Dimas secepatnya.

Bidadari Subuh, siapa pun ia, telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan Dimas. Ia seorang pemuda ambisius, mudah terbius kehidupan mewah, dan cinta wanita. Namun perlahan ia mulai meninggalkan kehidupan lamanya. Jabatan dan uang tidak lagi terasa menyilaukan untuknya. Apalagi wanita. Setelah melihat keanggunan sang Bidadari Subuh, Dimas seolah mengerti keindahan sebuah ‘kecantikan sejati’. Kecantikan yang tidak hanya menyenangkan mata namun juga menenangkan hati. Ia sering bertanya, mungkinkah sang Bidadari benar-benar mendo’akannya dari kejauhan? Dan jika benar, apakah perubahan yang dirasakannya ini adalah hasil kerja dari sebuah kekuatan do’a?

Sayup-sayup ia mendengar suara Adzan Maghrib, yang semakin menimbulkan kegundahan dihatinya. Bertemunya ia dengan sang Bidadari Subuh memang tepat setelah Adzan subuh selesai dikumandangkan. Tiba-tiba kakinya sudah melangkah ke kamar mandi. Ia berwudhu setelah berbulan-bulan tidak pernah melakukannya. Ia pinjam sajadah Yanti, sekertarisnya. Lalu melaksanakan sholat.

Tess...tesss...tes...

Hatinya seolah basah oleh tetesan kasih sayang. Untuk pertama kali setelah bertahun-tahun, ia merasa tidak sendiri. Tanpa perintah, butir-butir air mata satu persatu jatuh membasahi sajadah. Apa ini? Hatinya bertanya. Sedihkah? Bingung? Takut? Atau bahagia?.

Yang ada dipikirannya hanya satu, ia ingin juga mendo’akan perempuan mulia itu, Bidadari Subuh yang mungkin saat ini sedang khusyuk mendo’akan kebahagiaannya. Dan bagaimana mungkin do’anya akan terdengar, jika ia tidak mengerti tentang Tuhan dan agamanya. Ia sendiri merasa aneh, mengapa ada perasaan berhutang budi hanya karena sang Bidadari berniat untuk terus mendo’akannya. Mungkin karena itulah pertamakali ia melihat ketulusan hati, atau pertamakali mengetahui bahwa ternyata dirinya pun pantas untuk di do’akan.

Setelah puas berlama-lama menangis di atas sajadah pinjamannya, Dimas bangkit kembali ke meja kerjanya. Ia masuk ke situs pencarian di komputernya, dan mulai mengetik ‘Islam’. 163.000.000 hasil yang keluar, situs-situs yang didalamnya mengandung topik ini. Ia mulai menelusuri berbagai artikel yang menjelaskan tentang agama yang telah dianutnya sejak lahir ini. Semakin ia membaca, semakin ia menyadari bahwa pengetahuannya tentang agamanya sendiri sangatlah sedikit.

Dalam hati ia bertekad, ia harus mencari tahu lebih jauh tentang Tuhannya, tentang agamanya. Karena, seperti do’a sang Bidadari Subuh, yang telah mengubah hidupnya, ia juga ingin do’anya terkabul, dan memberi kebahagiaan kepada sang Bidadari Subuh, siapa pun dia.

0 Comments:

Post a Comment



Cerita sohib gue

yang nongkrongin blog gue

jumlah pengunjung